Serving, not to be served

Serving, not to be served

Sabtu, 01 November 2008

NEUROENDOKRINOLOGI

Dr. I Gusti Ngurah Made Bayuningrat, SKed

Terdapat dua bagian utama dalam otak yang penting dalam pengaturan fungsi reproduksi, yaitu hipotalamus dan kelenjar pituitari. Di masa lampau, dianggap sebagai kelenjar utama. Kemudian timbul konsep baru, dimana kelenjar pituitari memiliki peran di bawah pengaturan hipotalamus, yang merespon pesan sistem persyarafan sentral dan perifer, serta menggunakan pengaruhnya untuk mengirimkan pesan melalui neurotranmiter ke pituitari lewat jaringan pembuluh darah portal. Tanpa memperhatikan bagian mana yang dominan, literatur konvensional menunjukkan bahwa sistem saraf sentral-kompleks pituitari ditentukan dan dihubungkan secara langsung dengan kronologi perkembangan ovarium yang responsif. Bagaimanapun perkembangan selama lebih dari dua dekade menunjukkan bahwa urutan kejadian komplek yang dikenal sebagai siklus menstruasi, dikontrol oleh steroid sex dan peptida yang diproduksi dalam folikel untuk persiapan ovulasi. Hipotalamus dan pituitari penting dalam keseluruhan mekanisme tetapi fungsi endokrin yang menyebabkan ovulasi dihasilkan melalui mekanisme umpan balik endokrin pada pituitari anterior.
Pemahaman penuh terhadap gambaran biologi reproduksi akan sangat bermanfaat bagi klinisi yang menghadapi masalah endokrin ginekologi. Berdasarkan pengertian tersebut klinisi dapat memahami hal-hal yang sampai saat ini dianggap misterius tetapi bermakna, efek stress, diet, latihan, dan berbagai pengaruh lainnya terhadap poros gonad pituitari.
____________________________________________________________________________
SIRKULASI PORTAL HIPOTALAMUS-HIPOFISE

Hipotalamus terletak di dasar otak tepat di atas junction nervus optikus. Sehubungan dengan pengaruh kelenjar pituitari anterior, otak membutuhkan alat transmisi atau koneksi. Tidak terdapat koneksi nervus secara langsung. Asupan darah pituitari anterior berasal dari kapiler-kapiler yang banyak menyusuri daerah median eminence hipotalamus. Arteri hipofise superior membentuk jaringan kapiler yang padat dalam median eminence, kemudian mengalir ke pembuluh portal yang menurun sepanjang batang pituitari menuju anterior pituitari. Bagian dari batang saraf yang memutus sirkulasi portal ini berperan dalam inaktifitas dan atropi gonad, bersamaan dengan penurunan aktifitas adrenal dan tiroid ke level basal. Melalui regenerasi pembuluh portal, fungsi pituitari anterior akan diperbaiki. Selanjutnya kelenjar pituitari anterior berada dalam pengaruh hipotalamus dengan melepaskan neurohormon ke dalam sirkulasi portal tersebut. Juga terdapat aliran retrograde agar hormon pituitari dapat dikirim secara langsung ke hipotalamus, yang menyebabkan terjadinya umpan balik pituitari pada hipotalamus. Suplai darah tambahan disediakan oleh pembuluh-pembuluh darah pendek dari pituitari posterior yang suplai darahnya diterima dari arteri hipofise inferior.











KONSEP NEUROHORMON
Fakta menunjukkan bahwa pengaruh hipotalamus terhadap pituitari diperoleh dari material yang disekresikan dalam sel hipotalamus dan dikirim ke pituitari melalui sistem pembuluh portal. Tentu saja proliferasi sel pituitari dan ekspresi gen dikontrol oleh peptida hipotalamus beserta reseptornya. Disamping eksperimen yang telah disebutkan di atas, transplantasi kelenjar pituitari ke ectopic site (contoh: di bawah kapsul ginjal) mengakibatkan kegagalan fungsi gonad. Fungsi pituitari diperoleh kembali dengan replantasi anatomic site di bawah median eminence, diikuti oleh regenerasi sistem portal. Untuk mendapatkan kembali fungsi gonadotropin tidaklah tepat jika pituitari ditransplantasi ke tempat lain di dalam otak. Oleh sebab itu, terdapat hal yang sangat khusus tentang aliran darah hipotalamus basal. Pengecualian terhadap keseluruhan pola pengaruh positif ini adalah pengontrolan sekresi prolaktin. Transplantasi dan sekresi stalk menyebabkan pelepasan prolaktin dari pituitari anterior yang secara tidak langsung mengontrol pengaruh negatif hipotalamus. Selanjutnya, kultur jaringan pituitari anterior melepaskan prolaktin tanpa adanya jaringan hipotalamus atau ekstraknya.
Agen-agen neuroendokrin yang asalnya di hipotalamus memiliki efek stimulator positif terhadap growth hormone, thyroid-stimulating hormone (TSH), adrenocorticotropin hormone (ACTH), yang sama baiknya dengan gonadotropin, dan mewakili neurohormon individual dari hipotalamus. Neurohormon yang mengontrol gonadotropin disebut gonadotropin-releasing hormone (GnRH). Neurohormon yang mengontrol prolaktin disebut prolactin-inhibiting hormone dan dopamine. Human corticotropin-releasing hormone (CRH) merupakan peptida asam amino 41 yang disamping sebagai regulator utama sekresi ACTH, juga sebagai pengaktif, yang mengaktifkan sistem syaraf simpatis. CRH diketahui dapat menekan sekresi gonadotropin, yaitu suatu aksi yang sebagian diperantarai oleh penghambatan endorphine GnRH.





Disamping efeknya terhadap pituitari, telah ditunjukkan juga beberapa efek releasing-hormone yang biasa terjadi pada otak. Thyrotropin-releasing hormone (TRH) menimbulkan aksi sedatif antagonis, yang berlawanan terhadap sejumlah obat-obatan dan juga memiliki efek antidepresan secara langsung pada manusia. GnRH merangsang keinginan kawin pada hewan jantan dan betina. Awalnya, diyakini bahwa terdapat 2 macam hormon, yaitu follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Ternyata saat ini terdapat hanya satu neurohormon (GnRH) untuk kedua gonadotropin tersebut. GnRH merupakan suatu peptida kecil dengan 10 asam amino, dimana pada berbagai mamalia terdapat beberapa variasi rangkaian asam amino. Pemurnian atau sintesis GnRH merangsang sekresi FSH dan LH. Pola penyebaran FSH dan LH dalam merespon GnRH diakibatkan oleh pengaruh pengaturan lingkungan endokrin, khususnya efek umpan balik steroid pada kelenjar pituitari.
Neurotransmiter-neurotransmiter klasik disekresikan pada saraf terminal. Peptida otak memerlukan proses transkripsi, translasi, dan posttranslasi gen, semuanya terjadi pada badan sel saraf, produk akhir ditransportasikan sampai ke axon menuju terminal untuk disekresikan. Peptida kecil neurorendokrin berbagi precursor polypeptida besar, yang disebut polyprotein atau peptida polyfungsional. Protein-protein ini dapat bekerja sebagai prekursor melebihi satu peptida yang aktif secara biologis.
Gen yang meng-kode protein prekursor asam amino 92 untuk GnRH berlokasi pada lengan pendek kromosom 8. Protein prekursor untuk GnRH mengandung (secara berurutan) suatu rangkaian signal asam amino 23, decapeptida GnRH, suatu tempat untuk proses proteolisis asam amino 3 dan suatu rangkaian asam amino 56 yang disebut GAP (GnRH-assosiated-peptide). GAP merupakan inhibitor poten dari sekresi prolaktin yang sama baiknya dengan stimulator gonadotropin; bagaimanapun peran fisiologis GAP belum dapat dipastikan, namun peran utamanya kemungkinan untuk mendukung GnRH.
Sekarang tampak bahwa GnRH mempunyai fungsi autokrin/parakrin di seluruh tubuh. Terdapat pada jaringan neural dan non-neural, dan reseptornya terdapat pada berbagai jaringan extrapituitari (seperti folikel ovarium dan plasenta). Walaupun GnRH identik pada semua mamalia, juga terdapat pada nonmamalia lainnya, menunjukkan bahwa molekul GnRH telah ada paling tidak 500 juta tahun lalu. Rangkaian utama, Tyr-Gly-Leu-Arg, merupakan nonconserved-segment (segmen yang tidak tetap) dari GnRH, segmen dengan variasi terbanyak pada spesies lain. Jadi penggantian pada segmen ini dapat ditoleransi dengan baik.
Bentuk kedua dari GnRH, dikenal sebagai GnRH-II, ditemukan pada berbagai spesies. GnRH-II terdiri dari rangkaian berikut : pGln-His-Trp-Ser-His-Gly-Trp-Tyr-Pro-Gly. Terdorong oleh keberadaannya pada spesies lain, maka penelitian untuk mengetahui keberadaannya pada manusia berhasil dengan sukses. Gen yang mengkode GnRH-II berlokasi pada kromosom 20p13 manusia, berbeda dengan gen GnRH-I, pada 8p21-p11.2. Kedua gen memproduksi peptida dengan serangkaian signal, suatu decapeptida GnRh, proteolytic site, dan suatu GAP. Ekspresi GnRH-II manusia yang tertinggi berada diluar otak. Analisis terhadap evolusi GnRH menunjukkan 3 bentuk utama : pertama, GnRH yang berlokasi di hipotalamus (GnRH-I), kedua, yang terbentuk pada midbrain nuclei dan di luar otak (GnRH-II), ketiga, yang terbentuk pada beberapa spesies ikan (GnRH-III); hal ini menunjukkan bahwa variasi bentuk tersebut telah ada sebelum kemunculannya pada vertebrata.
Mungkin pituitari merupakan kelenjar utama yang tidak bisa dihilangkan. Meskipun kelenjar ini sangat diatur oleh input dari bagian lain, fungsinya penting untuk menunjang kehidupan. Perkembangan dan aktivitas kelenjar ada dibawah kontrol hipotalamus (dengan input dari bagian sistem syaraf sentral lainnya), dan respon pituitari diatur dengan baik oleh hormonal messages dari jaringan yang menjadi target dari hormon pituitari tropik. Disamping itu, pituitari memiliki sendiri sistem autokrin/parakrin untuk fungsi serta perbaikan dan penekanan pertumbuhan. Namun kelenjar pituitari merupakan fokus dari keseluruhan aktifitas ini, yang memiliki peran sebagai koordinator untuk kehidupan normal.















SEKRESI PROLAKTIN
Ekspresi gen prolaktin terjadi pada lactotrophs dari kelenjar pituitari anterior, yaitu pada desidua endometrium dan miometrium. Prolaktin yang disekresikan pada daerah yang berbeda adalah identik, tetapi adanya perbedaan pada mRNA menunjukkan adanya perbedaan pada regulasi gen prolaktin.
Transkripsi gen prolaktin diatur oleh suatu faktor transkripsi (suatu protein yang dinamakan Pit-1) yang berikatan dengan regio promoter 5’ dan yang juga diperlukan untuk hormon pertumbuhan dan TSH. Selain itu, transkripsi gen prolaktin diatur oleh interaksi estrogen dan reseptor glukokortikoid bersama rantai sayap 5’. Mutasi pada rangkaian flanking region atau pada gen protein Pit-1 dapat menyebabkan kegagalan sekresi prolaktin. Gen Pit-1 adalah juga terlibat pada diferensiasi dan pertumbuhan sel pituitari anterior, sehingga mutasi pada gen ini tidak hanya dapat menyebabkan kegagalan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, dan TSH, akan tetapi juga menyebabkan tidak adanya sel tropik pada pituitari; hasilnya adalah hypopituitarism yang signifikan. Studi molekuler menunjukkan bahwa Pit-1 terlibat dalam memperantarai stimulasi dan inhibisi signal hormon untuk transkripsi gen prolaktin. Namun perubahan ekspresi gen Pit-1 tidak berpengaruh pada pembentukan tumor pituitari.
Fungsi utama prolaktin pada mamalia adalah laktogenesis, sementara prolaktin pada ikan penting untuk osmoregulasi. Gen prolaktin dari Salmon Chinook mengandung coding sequences yang mirip mamalia dan diregulasi seperti pada pituitari. Oleh karena itu Pit-1, faktor transkripsi spesifik pituitari, tampak sangat dilindungi diantara spesies.
Ekspresi gen prolaktin selanjutnya diatur oleh faktor-faktor spesifik spesies lainnya. Transkripsi gen prolaktin distimulasi oleh estrogen dan diperantarai oleh reseptor estrogen yang berikatan dengan elemen responsif estrogen. Aktivasi oleh estrogen ini membutuhkan interaksi Pit-1, namun hal ini belum dapat dipastikan. Rangkaian promoter proksimal juga diaktivasi oleh hormon peptida yang berikatan dengan reseptor surface cell; seperti TRH dan faktor pertumbuhan. Disamping itu berbagai agen yang mengontrol cyclic AMP dan Ca channel dapat menstimulasi atau menghambat aktivitas promoter prolaktin.
Sekresi pituitari dari prolaktin sebagian besar di bawah kontrol inhibitori dopamine hypothalamic, yang dilepaskan ke dalam sirkulasi portal. Aksi dopamin pada pituitari diperantarai oleh reseptor yang bergandengan dengan penghambatan aktifitas adenylate cyclase. Terdapat 5 bentuk reseptor dopamine, terbagi dalam 2 grup fungsional, D1 dan D2. Tipe D2 adalah reseptor predominan pada kelenjar pituitari anterior. Struktur dan fungsi reseptor dopamine adalah sistem protein G seperti yang dijelaskan pada Bab 2. Ikatan dopamin ke reseptor menimbulkan supresi adenylate cyclase dan pemeliharaan cyclic AMP untuk transkripsi gen prolaktin dan sekresi prolaktin. Mekanisme lain yang juga diaktivasi, termasuk penekanan kadar/level kalsium intraseluler. Ikatan Pit-1 berpengaruh pada respon dopamin. Disamping inhibisi langsung terhadap ekspresi gen prolaktin, dopamine yang berikatan dengan reseptor D2 juga menghambat perkembangan dan pertumbuhan laktotrop. Efek multipel dopamin ini menjelaskan kemampuan agonis dopamine untuk menekan sekresi prolaktin dan pertumbuhan dari prolactin-secreting pituitari adenoma. Dilaporkan adanya non-aktivasi atau inaktivasi mutasi reseptor dopamin.
Sekresi prolaktin dihambat dan distimulasi oleh penggabungan dan penguraian dopamin dari reseptornya. Beberapa faktor menggunakan efek stimulasi terhadap sekresi prolaktin (Prolactin-releasing factors), terutama TRH, Vasoactive intestinal peptide (VIP), faktor pertumbuhan epidermal, dan mungkin GnRH. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi, mempengaruhi seluruh kemampuan merespon dari laktotrop.

SEKRESI HIPOTALAMUS DAN GnRH
Hipotalamus adalah bagian dari diencephalon pada dasar otak yang membentuk lantai ventrikel III dan sebagian dinding lateralnya. Bagian dalam hipotalamus merupakan sel neural peptidergic yang mensekresi releasing hormone dan inhibiting hormone. Sel-sel ini berbagi karakteristik untuk neuron dan sel kelenjar endokrin. Mereka merespon signal pada pembuluh darah sebaik neurotransmiter dalam otak, pada proses yang dikenal sebagai sekresi-neuron. Pada sekresi-neuron, suatu neurohormon atau neurotransmiter disintesa pada ribosom dalam sitoplasma neuron, dibungkus dalam suatu granula pada apparatus golgi, lalu diangkut oleh aliran axon yang aktif ke terminal neuron untuk disekresikan kedalam pembuluh darah atau menyeberangi suatu sinaps.
Sel-sel yang memproduksi GnRH berasal dari area olfaktoria, melalui migrasi selama embriogenesis, sel-sel bergerak ke nervus cranialis yang menghubungkan hidung dan otak bagian depan menuju lokasi utamanya, yaitu nukleus arkuata hipotalamus, dimana dapat ditemukan 1000-3000 sel-sel yang memproduksi GnRH. Neuron-neuron GnRH muncul dalam medial olfactory placode (suatu lapisan tebal ectoderm yang merupakan asal perkembangan organ perasa) dan memasuki otak bersama nervus terminalis, suatu nervus cranial yang bekerja dari hidung sampai ke nukleus septal-preoptik di otak. Perjalanan yang luar biasa tersebut dilaporkan sebagai Kallmann’s syndrome, gabungan antara ketidakadaan GnRH dan suatu defek pada penciuman (kegagalan axon olfactory dan migrasi neuron GnRH dari placode olfactory). Tiga cara transmisi telah dicatat : X-linked, autosomal dominant, dan autosomal recessesive. Fold 5-7 yang meningkatkan frekuensi pada laki-laki menunjukkan bahwa transmisi x-linked adalah keadaan yang paling umum. Mutasi yang bertanggungjawab terhadap sindrom ini menyebabkan gagalnya produksi suatu protein (homolog dengan keluarga fibronektin) yang bertanggungjawab terhadap fungsi penting yang dibutuhkan untuk migrasi neuron yaitu adhesi sel dan inhibisi protease. Neuron-neuron GnRH mempunyai silia seperti sel-sel olfactory dalam cavum nasi. Asal dan kemiripan struktur neuron-neuron GnRH dan sel-sel epitel nasal menunjukkan bahwa suatu evolusi reproduksi dikontrol oleh pheromones. Pheromones adalah zat kimia di udara yang dilepaskan oleh satu individu yang dapat mempengaruhi individu lain dalam spesies yang sama. Bau kurang enak dari ketiak wanita pada akhir fase folikuler mempercepat rangsangan LH dan memperpendek siklus wanita recipient, dan campuran bahan-bahan dari fase luteal memiliki efek sebaliknya. Ini mungkin merupakan mekanisme dimana wanita-wanita pada waktu yang bersamaan menunjukkan kemiripan dalam hal siklus menstruasi.
Pada primata, jaringan utama dari badan sel GnRH berlokasi dalam medial basal hypothalamus. Sebagian besar badan sel tersebut dapat dilihat di nucleus arcuata dalam neuron GnRH dimana GnRH disintesa. Neuron GnRH terdapat dalam suatu kompleks jaringan serta saling berhubungan satu sama lain juga dengan berbagai neuron lain. Pengaturan fisik ini menghasilkan multipel interaksi dengan neurotranmiter, hormon, dan faktor pertumbuhan untuk mengatur pelepasan GnRH. Pelepasan GnRh ke sirkulasi portal melalui jalur axon, saluran tubero-infundibuler GnRH.















Serabut-serabut diidentifikasi dengan teknik immunositokimia menggunakan antibody terhadap GnRH, dapat juga dibayangkan dalam hipotalamus posterior, menurun masuk ke pituitari posterior, dan pada daerah hipotalamus anterior menonjol ke lokasi-lokasi dalam limbic system. Menggunakan teknik hibridisasi, messenger RNA untuk GnRH ditempatkan pada posisi yang sama sebelum diidentifikasi dengan immunoreaktifitas. Bagaimanapun, lesi-lesi yang mengganggu penonjolan neuron-neuron GnRH ke regio lain selain median eminence tidak mempengaruhi pelepasan gonadotropin. Hanya lesi-lesi dari nucleus arcuata pada monyet menimbulkan atropi gonad dan amenorrhea, oleh karena itu nucleus arcuata bersama dengan median eminence dapat dipandang sebagai satu unit, suatu kunci lokus dalam hipotalamus untuk sekresi GnRH ke dalam sirkulasi portal. Neuron GnRH lain mungkin penting untuk berbagai respon behavioral.










SEKRESI GnRH
Waktu paruh GnRH hanya 2-4 menit. Degradasi yang cepat tersebut dikombinasikan dengan dilusi yang besar ke sirkulasi periperal, menyebabkan jumlah GnRH yang efektif secara biologis tidak dapat mencapai sistem portal. Oleh karena itu, kontrol terhadap siklus reproduksi tergantung pada pelepasan konstan dari GnRH. Fungsi ini tergantung pada komplekitas dan hubungan koordinasi diantara releasing hormone, neurohormon lain, gonadotropin pituitari, dan steroid gonad. Saling mempengaruhi antara substansi tersebut ditentukan oleh efek umpanbalik stimulator positif dan inhibitor negatif. The long feedback loop merupakan efek umpan balik pada level sirkulasi hormon kelenjar target, dan hal ini terjadi pada hipotalamus dan pituitari. The short feedback loop menunjukkan suatu umpanbalik negatif dari hormon pituitari terhadap sekresinya sendiri, barangkali melalui efek inhibisi pada releasing hormone di hipotalamus. Ultrashort feedback merupakan penghambatan oleh releasing hormone terhadap sintesanya sendiri. Signal-signal tersebut yang sama baiknya dengan signal dari pusat yang lebih tinggi pada sistem syaraf pusat, bisa mengubah sekresi GnRH melalui susunan neurotranmiter, dopamin primer, norepinefrin, dan endorphine, juga serotonin dan melatonin. Neuron-neuron GnRH kekurangan reseptor estradiol; oleh karena itu regulasi hormon steroid dipercaya sebagai perantara melalui kumpulan neurotranmiter ini.
Dopamin dan norepinefrin disintesa pada terminal syaraf melalui dekarboksilasi dari dihydroksiphenylalanine (DOPA), yang disintesa melalui hidroksilasi tiroksin. Dopamin merupakan immeiate precursor norepinefrin, tetapi dopamine sendiri berfungsi sebagai neurotranmiter utama pada hipotalamus dan pituitari.
Konsep yang paling berguna adalah : memandang nucleus arcuata sebagai suatu pusat aksi, yang melepaskan GnRH ke dalam sirkulasi portal dengan cara pulsatile. Pada serangkaian penelitian klasik, digambarkan bahwa sekresi gonadotropin normal memerlukan penghentian pulsatile GnRH dengan suatu rentang kritis dalam hal frekuensi dan amplitudo. Bahkan transkripsi gen hormon pituitari merupakan suatu hal yang sensitif terhadap pulsatile normal dari pelepasan GnRH.
Manipulasi eksperimental menunjukkan bahwa critical range (rentang kritis) dari sekresi pulsatile GnRh agak sempit. Pemberian (pada monyet) 1 mg GnRH per menit selama 6 menit setiap jam (1 denyutan per jam) menghasilkan konsentrasi darah portal kira-kira sebanding dengan puncak konsentrasi GnRH pada darah portal manusia, sekitar 2ng/mL. Peningkatan frekuensi denyutan 2-5 denyut per jam menghentikan sekresi gonadotropin. Suatu penurunan yang serupa dalam sekresi gonadotropin diperoleh dengan meningkatkan dosis GnRH. Penurunan frekuensi denyutan menurunkan sekresi LH tetapi meningkatkan sekresi FSH.












Seperti GnRH, gonadotropin juga disekresikan dengan cara pulsatile, dan tentu saja pola pulsatile pelepasan gonadotropin merefleksikan pola pulsatile GnRH. Sekresi GnRH dan Gonadotropin denyutannya selalu normal, tetapi suatu peningkatan pola pulsatile dari sekresi gonadotropin yang terjadi tepat sebelum pubertas, dengan peningkatan LH pada waktu malam hari. Setelah pubertas, peningkatan sekresi pulsatile dipertahankan selama kurun waktu 24 jam, tetapi bervariasi dalam hal amplitudo dan frekuensinya. Pada pubertas, aktifitas arcuata dimulai dengan pelepasan GnRH dalam frekuensi rendah dan berlangsung selama percepatan frekuensi suatu siklus, yang ditandai oleh pasase inaktifitas relatif, ke aktifasi nokturnal, selanjutnya ke pola dewasa penuh. Perubahan FSH dan LH secara progresif merefleksikan aktifasi sekresi pulsatile GnRH ini. Pelepasan steroid ovarium juga secara pulsatile, selaras dengan denyutan LH, yang merupakan stimulator mayor steroidogenesis ovarium.

Pengaturan Waktu Denyutan GnRH
Pengaturan denyutan LH digunakan sebagai suatu petunjuk sekresi GnRH pulsatile (Waktu paruh yang panjang dari FSH menghalangi penggunaannya pada tujuan tersebut). Karakteristik denyutan LH (dan kemungkinan denyutan GnRH) selama siklus menstruasi sebagai berikut :










Sekresi pulsatile frekuensinya lebih sering, tetapi amplitudonya lebih rendah selama fase folikel dibandingkan pada fase luteal. Harus ditekankan bahwa angka tersebut tidak murni. Terdapat pertimbangan variabilitas di antara dan di dalam individu-individu serta adanya rentang normal yang lebar. Meskipun rentang waktu paruh yang panjang merupakan sesuatu yang merugikan, dapat dipastikan bahwa sekresi FSH berhubungan dengan sekresi LH.
Kelenjar pituitari anterior tampaknya juga memiliki pola pulsatile sendiri. Walaupun denyutan dari amplitudo yang signifikan berkaitan dengan GnRH, denyutan amplitudo yang kecil pada frekuensi tinggi menunjukkan sekresi yang spontan (seperti yang ditunjukkan pada kelenjar pituitari yang diisolasi secara invitro). Tidak diketahui apakah hal ini penting secara fisiologi, dan pada saat ini, pola sekresi pituitari diduga mereflesikan GnRH.













Kontrol Denyut GnRH
Siklus menstruasi normal memerlukan maintenance pelepasan pulsatile GnRH dengan frekuensi dan amplitudo dalam suatu rentang kritis. Pulsatile atau aktifitas ritmik adalah suatu sifat intrinsic dari neuron GnRH, dan efek berbagai hormon dan neurotranmiter harus dipandang sebagai suatu aksi modulasi.
Dopamine Tract. Badan Sel untuk sintesa dopamine dapat ditemukan pada nucleus arcuata dan periventrikuler. Saluran tuboinfundibuler dopamin muncul pada medial basal hipotalamus dan menonjol ke median eminence.
Pemberian dopamin melalui infus intravena pada laki-laki dan wanita dihubungkan dengan suatu penekanan terhadap level sirkulasi prolaktin dan gonadotropin. Dopamin tidak menggunakan efek langsung sekresi gonadotropin oleh pituitari anterior; dan, efek ini diperantai melalui pelepasan GnRH pada hipotalamus. Dopamin disekresikan secara langsung ke dalam aliran darah portal, dan bertindak menyerupai suatu neurohormon. Oleh karena itu dopamin secara langsung dapat menekan aktifitas GnRH arcuata, dan juga ditransportasikan melalui sistem portal untuk menekan secara langsung dan spesifik sekresi prolaktin pituitari. Jalur dopamine tuberinfundibular hipotalamus bukan satu-satunya jalur dopamin pada CNS, tetapi merupakan salah satu dari dua jalur dopamin mayor pada hipotalamus. Namun jalur ini secara langsung berpartisipasi dalam regulasi sekresi prolaktin.


















Norepinefrin Tract. Sebagian besar badan sel yang mensintesa norepinefrin terletak pada mesencephalon dan batang otak bawah. Sel-sel ini juga mensintesa serotonin. Axon-axon untuk transportasi amin naik ke dalam medial forebrain bundle sebagai terminal dari berbagai struktur otak termasuk hipotalamus.

Neuropeptida Y. Sekresi dan ekspresi gen neuropeptida Y pada neuron-neuron hipotalamus diatur oleh steroid gonad. Neuropeptida Y merangsang pelepasan pulsatile GnRH dan pada pituitari berpotensi menimbulkan respon gonadotropin terhadap GnRH. Hal itu juga memfasilitasi sekresi pulsatile GnRH dan Gonadotropin. Pada kondisi tidak adanya estrogen, neuropeptida Y menghambat sekresi gonadotropin. Karena undernutrisi dihubungkan dengan peningkatan dari neuropeptida Y dan peningkatan jumlah tersebut telah diukur dalam cairan cerebrospinal wanita dengan anoreksia dan bulimia nervosa, maka dikemukan bahwa neuropeptida Y merupakan satu mata rantai antara nutrisi dan fungsi reproduksi.
Konsep terbaru menyebutkan bahwa biogenik katekolamin memodulasi pelepasan GnRH pulsatile. Norepinefrin diduga menyebabkan efek stimulasi GnRH, sementara dopamin dan seratonin menyebabkan efek penghambat. Untuk memahami masalah klinis, sebaiknya memandang dopamin sebagai inhibitor GnRH dan prolaktin. Bagaimanapun sangat sedikit diketahui, tentang peranan serotonin. Kemungkinan model aksi katekolamin adalah mempengaruhi frekuensi (dan kemungkinan amplitudo) keluarnya GnRH. Jadi faktor farmakologi atau fisiologi yang mempengaruhi fungsi pituitari kemungkinan dilakukan juga dengan cara mengubah sintesa atau metabolisme katekolamin dan juga pelepasan pulsatile GnRH.






















Sekresi Pituitari Gonadotropin
Gen untuk gonadotropin subunit  diekspresikan pada pituitari dan plasenta. Subunit  untuk human chorionic gonadotropin (HCG) diekspresikan pada plasenta, tetapi hanya minimal pada pituitari (dan dengan perubahan dalam strukturnya), sementara LH subunit , diduga, diekspresikan pada pituitari tetapi tidak signifikan pada plasenta. Penelitian terhadap ekspresi gen gonadotropin menegaskan hubungan tersebut yang tidak dapat dipungkiri pada penelitian sebelumnya. Penurunan steroid seks dan katrasi meningkatkan laju transkripsi gen gonadotropin yang direfleksikan oleh level spesifik messenger RNAS. Lagi pula steroid seks dapat beraksi pada membrane level, mempengaruhi interaksi GnRH dengan reseptornya. LH dan FSH disekresikan oleh sel yang sama, yaitu gonadotrop, yang lokasi primernya pada bagian lateral kelenjar pituitari dan responsif terhadap stimulasi pulsatile oleh GnRH. Mekanisme aksi GnRH tergantung pada kalsium dan penggunaan inositol 1,4,5-triposphate (IP3) dan 1,2-diacylglycerol (1,2-DG) sebagai second messenger untuk merangsang aktifitas protein kinase (Bab 2.). Respon ini memerlukan reseptor G protein, dan dihubungkan dengan pelepasan ion kalsium intraseluler secara siklikal dan pembukaan saluran membran sel untuk membiarkan masuknya kalsium ektraseluler. Jadi, protein kinase dan calmodulin merupakan mediator aksi GnRH. Reseptor GnRH, yaitu anggota family G Protein, di- kode oleh suatu gen pada kromosom 4q13.-14q21.1. Reseptor GnRH diregulasi oleh banyak agen, termasuk GnRH sendiri, inhibin, activin, dan steroid seks. Penurunan respon gonadotropin untuk meneruskan aksi GnRH secara luas tidak hanya diakibatkan oleh hilangnya reseptor GnRH tetapi melibatkan desensitisasi dan pelepasan reseptor.
Sintesa gonadotropin terletak pada rough endoplasmic reticulum. Hormon-hormon terbungkus dalam secretory glanules oleh cisterne golgi dari apparatus golgi dan kemudian disimpan sebagai secretory granules. Sekresinya memerlukan migrasi (aktifasi) mature secretory granules ke membran sel dimana perubahan permiabilitas membran mengakibatkan ekstruksi secretory granules dalam responnya terhadap GnRH. Langkah pembatasan laju sintesa gonadotropin merupakan kemampuan GnRH-dependent dari subunit .
Ikatan GnRH terhadap reseptornya di pituitari mengaktifkan multiple messenger dan responnya. Respon cepatnya adalah gonadotropin secretory release, sementara respon lambatnya adalah mempersiapkan secretory release berikutnya. Satu dari respon lambat ini adalah aksi self-priming dari GnRH .menyebabkan respon yang lebih besar terhadap denyut GnRH selanjutnya yang diakibatkan oleh serangkaian peristiwa komplek biokimia dan biofisika intraseluler. Aksi self-priming ini penting untuk mencapai tahapan sekresi lebih besar di pertengahan siklus; hal tersebut membutuhkan estrogen exposure, dan dapat diperbesar lagi oleh progesteron. Aksi penting dari progesteron ini tergantung pada estrogen exposure (untuk peningkatan reseptor progesteron) dan aktifasi reseptor progesteron oleh stimulasi Phosporilasi GnRH. Aksi ini adalah contoh pertemuan antara peptida dan reseptor hormon steroid.
Lima tipe berbeda dari secretory cells berada bersama-sama dalam kelenjar pituitari anterior: gonadotrope, lactotropes, tyrotrope, somatotropes, dan corticotropes. Interaksi autokrin dan parakrin bersama-sama membuat sekresi pituitari anterior menjadi sasaran kontrol yang lebih rumit dibandingkan reaksi sederhana terhadap hypothalamic-releasing factor dan modulasi oleh signal umpan balik. Bukti-bukti eksperimental yang substansial menunjukkan pengaruh stimulasi dan inhibisi dari berbagai substansi pada sel sekresi pituitari.

SISTEM AUTOKRIN/PARAKRIN INTRAPITUITARI
Sitokin intrapituitari dan faktor pertumbuhan mengadakan suatu sistem autokrin/parakrin untuk mengatur perkembangan dan replikasi sel pituitari yang sama baiknya dengan sintesa dan sekresi hormon pituitari. Pituitari mengandung suatu bentukan substansi yang telah dikenal dan ditemukan pada organ-organ di seluruh tubuh, termasuk interleukins, epidermal growth factor, fibroblast growth factors, insulin-like growth factors, nerve growth factor, activin, inhibin, dan lain-lain. Seperti pada sebagaian besar jaringan, interaksi antara substansi merupakan suatu hal yang komplek, tetapi mekanisme activin/inhibin perlu mendapat perhatian.

Activin, Inhibin, dan Follistatin
Activin dan inhibin merupakan kelompok peptida dari family transforming growth factor . Inhibin terdiri atas dua peptida berbeda (dikenal sebagai subunit  dan ) yang berikatan melalui ikatan disulfida. Dua bentuk inhibin (inhibin A dan Inhibin B) yang telah dimurnikan, masing-masing mengandung subunit  yang identik dan subunit  yang berbeda tetapi saling berhubungan. Jadi ada tiga subunit inhibin yaitu alpha, beta-A dan beta-B. Tiap-tiap subunit merupakan produk dari messenger RNA yang berbeda; oleh karena itu masing-masing berasal dari molekul prekursor besar tersendiri.
Inhibin disekresikan oleh sel-sel granulose, tetapi mRNA untuk rantai alpha dan Beta juga ditemukan pada gonadotropin pituitari. Inhibin secara selektif menghambat FSH tetapi tidak menghambat sekresi LH. Tentu saja, selama menekan sintesa FSH, inhibin bisa meningkatkan aktifitas LH. Sel-sel yang secara aktif mensintesa LH memberi reaksi terhadap inhibin dengan meningkatkan jumlah reseptor GnRH; Sel-sel dominan FSH ditekan oleh inhibin. Inhibin hanya sedikit atau tidak memiliki efek terhadap growth hormon , ACTH, dan produksi prolaktin.
Activin, juga berasal dari sel-sel granulose, tetapi ada juga pada gonadotropin pituitari, mengandung dua subunit yang identik dengan subunit beta dari inhibin A dan B. Activin menambah sekresi FSH dan menghambat prolaktin, ACTH, dan respon growth hormon. Activin meningkatkan respon pituitari terhadap GnRH, kemungkinan dengan cara meningkatkan pembentukan reseptor GnRH. Efek aktivin diblok oleh inhibin dan follistatin. Peranan inhibin dan aktivin dalam mengatur siklus haid didiskusikan pada bab 6.




Follistatin merupakan peptida yang disekresi oleh berbagai sel pituitari, termasuk gonadotrop. Peptida-peptida ini juga disebut FSH-suppressing protein kerena aksi utamanya yaitu; penghambatan sintesa dan sekresi FSH dan respon FSH ke GnRH, kemungkinan dengan cara berikatan dengan activin dan menurunkan aktifitas activin. Activin merangsang produksi follistatin dan inhibin mencegah respon ini.
Ringkasnya, GnRH merangsang sintesa dan sekresi gonadotropin, sama seperti activin, inhibin, dan follistatin. activin meningkatkan dan follistatin menekan aktivitas GnRH. Fakta secara in vivo dan in vitro yang menunjukkan bahwa respon gonadotropin terhadap GnRH memerlukan aktifitas Activin. Hubungan ini bisa meningkatkan down-regulation dari sekresi gonadotropin pituitari melalui perpanjangan stimulasi GnRH. Peningkatan frekuensi GnRH pulsatile pertama menyebabkan peningkatan produksi FSH, dan kemudian dengan frekuensi tinggi atau dengan menstimulasi lebih lanjut GnRH, produksi follistatin juga meningkat.

Opiat Endogen
Group peptida yang paling menarik untuk dibicarakan adalah family peptida opiat endogen.  lipoprotein adalah suatu molekul asam amino 19 yang pertama kali diisolasi dari pituitari pada tahun 1964. Fungsinya masih menyisakan misteri selama lebih dari 10 tahun sampai reseptor senyawa opioid diidentifikasi, dan oleh adanya sifat yang baik dari bahan tersebut. Didalilkan bahwa senyawa opioid endogen harus ada dan mempunyai peranan fisiologi yang penting. Endorphin merupakan istilah yang menunjukkan aksi menyerupai morphin dan berasal dari dalam otak.
Produksi opioid diatur oleh transkripsi gen dan merupakan sintesa peptida prekursor serta pada level posttranslasional, dimana prekursor diproses menjadi berbagai peptida bioaktif yang lebih kecil. Semua derivat opioid berasal dari salah satu dari 3 peptida prekursor.

Proopiomelanocortin (POMC) - Sumber endorphin
Proenkephalin A dan B - Sumber beberapa enkephalin.
Prodynorphin - Hasil dynorphine

POMC merupakan peptida prekursor yang pertama kali diidentifikasi. POMC dibuat pada lobus anterior dan intermediate pituitari, pada hipotalamus dan daerah lain di otak, pada sistem nervus simpatis, dan pada jaringan-jaringan termasuk gonad, plasenta, traktus gastrointestinal, dan paru-paru. Konsentrasi tertinggi adalah pada kelenjar pituitari. POMC terbagi kedalam 2 fragmen, ACTH intermediate fragment dan -lipoprotein. -lipoprotein tidak memiliki aktifitas opioid, tetapi dipecah dalam serangkaian tahapan ke -stimulating hormone (-MSH), enkephalin, dan -, -, dan -endorphin.
























Melanosit-stimulating hormone berperan pada hewan tingkat rendah untuk menstimulasi granula melanin dalam sel, yang menyebabkan gelapnya warna kulit. Pada manusia, fungsinya belum diketahui.
Enkepalin dan - serta -endorphin adalah seaktif morfin pada molar basis. Sementara -endorphin 5-10 kali lebih poten. Pada kelenjar pituitari orang dewasa, produk mayornya adalah ACTH dan -lipoprotein, dengan hanya sejumlah kecil endorphin. Jadi, level ACTH dan -lipoprotein darah menunjukkan bagian-bagian yang serupa, dan mereka adalah produk sekresi major dari pituitari anterior dalam merespon stress. Pada lobus intermediate pituitari (yang dominan hanya selama kehidupan fetus), ACTH dipecah menjadi CLIP (cortikotropin-like intermediate lobe peptide) dan -MSH. Pada plasenta dan medulla adrenal, POMC memproses hasil -MSH-like dan peptida -lipoprotein. -endorpin juga dapat dideteksi di ovarium dan testis.
Pada otak, opiat merupakan produk mayor, dengan sedikit ACTH. Pada hipotalamus -endorphin merupakan produk mayor dan -MSH pada daerah nucleus arcuata dan nucleus ventromedial. Sistem pituitari adalah suatu sistem pensekresian kedalam sirkulasi sementara sistem hipotalamus melakukan pendistribusian melalui akson-akson untuk mengatur daerah otak lainnya dan kelenjar pituitari.
-endorphin lebih tepat dianggap sebagai suatu neurotranmiter, neurohormonal, dan neuromodulator. -endorphin mempengaruhi berbagai fungsi hipotalamus, termasuk pengaturan reproduksi, temperatur, fungsi kardiovaskuler dan respirasi, dan juga fungsi ekstra hipotalamus seperti persepsi nyeri dan perasaan. Ekspresi gen POMC pada pituitari anterior terutama dikontrol oleh corticotrophin-releasing hormone dan dipengaruhi oleh efek umpan balik glucocorticoid. Pada hipotalamus, ekspresi gen POMC diregulasi melalui steroid sex. Ketidakadaan steroid sex atau hanya sedikit, terjadi sekresi.
Proenkephalin A diproduksi di medula adrenal, otak, pituitari posterior, spinal cord, dan traktus gastrointestinal. Proenkephalin A menghasilkan beberapa enkephalin: methionine-enkephalin, leucine-enkephalin, dan varian lainnya. Enkephalin tersebut secara luas mendistribusikan peptida opioid endogen di otak dan kemungkinan sebagian besar terlibat sebagai inhibitory neurotransmitter pada modulasi sistem syaraf autonom. Prodynorphin, ditemukan di otak (terkonsentrasi pada hipotalamus) dan traktur gastrointestinal, menghasilkan dynorphin, suatu peptida opioid dengan potensi analgetik tinggi dan efek behavioral, seperti -neoendorphin, -neoendorphin, dan leumorphin. Tiga belas (13) asam amino terakhir dari leumorphin terdapat peptida opioid lain, rimorphin. Produk prodynorphin mungkin berfungsi dengan cara yang serupa dengan endorphin.

Lebih mudah mengatakan bahwa terdapat 3 kelas opiat : enkephalin, endorphin, dan dynorphin.

Peptida opioid mampu bertindak melalui reseptor yang berbeda, walaupun opiat spesifik berikatan secara predominan terhadap salah satu dari berbagai tipe reseptor. Naloxone, yang digunakan pada sebagian besar penelitian terhadap manusia, tidak berikatan semata-mata terhadap setiap jenis reseptor, jadi hasilnya dengan antagonis ini sama selali tidak spesifik. Lokalisasi reseptor-reseptor opioid menjelaskan berbagai aksi farmakologi dari opiat. Reseptor-reseptor opioid ditemukan pada ujung (nerve ending) neuron sensorik, pada sistem limbic (di bagian emosi euphoria), pada brainstem center untuk reflek seperti respirasi, dan menyebar secara luas pada otak dan spinal cord.

Peptida opioid dan siklus menstruasi
Sifat opioid merupakan bagian penting dari fungsi dan siklus menstruasi. Walaupun estradiol sendiri meningkatkan sekresi endorphin, level tertinggi endorphin terjadi sebagai akibat dari terapi estradiol dan progesteron (pengangkatan ovarium monyet). Oleh karena itu, level endorphin endogen meningkat selama siklus, mulai dari level terendah selama menstruasi sampai level tertinggi selama fase lutheal. Jadi, siklus normal membutuhkan aktifitas opioid hipotalamus pada periode tinggi (fase luteal) dan rendah (selama menstruasi).
Pengurangan frekuensi denyutan (pulse) LH berkaitan dengan peningkatan pelepasan endorphin. Naloxone meningkatkan frekuensi dan amplitudo denyutan LH. Jadi, opiat endogen menghambat sekresi gonadotropin dengan menekan pelepasan GnRh hipotalamus. Opiat tidak memiliki efek pada respon pituitari terhadap GnRh. Steroid gonad membatasi aktifitas opioid endogen, dan umpan balik negatif steroid pada gonadotropin tampaknya diperantarai oleh opiat endogen. Karena fluktuasi level opiat endogen pada siklus menstruasi berhubungan dengan perubahan level estradiol dan progesteron, maka diduga bahwa steroid seks secara langsung merangsang aktifitas reseptor opioid endogen. Tidak terdapat efek opioid pada postmenopause dan level oophorectomi gonadotropin, dan respon terhadap opiat diperbaiki dengan pemberian estrogen, progesteron, atau keduanya. Estrogen dan progesteron bersama-sama meningkatkan opiat endogen, tetapi estrogen mempertinggi aksi progesteron, yang mana dapat menjelaskan supresi maksimal GnRH dan frekuensi denyutan gonadotropin selama fase luteal.











Pada masa pubertas laki-laki dan perempuan, naloxone tidak dapat mencegah supresi LH dengan pemberian estradiol, hal tersebut menunjukkan bahwa pada keadaan ini estradiol bisa secara langsung menghambat sekresi GnRH. Namun, seluruh bukti menunjukkan bahwa opiat endogen menggunakan pengaruh inhibisinya terhadap sekresi GnRH.
Sifat inhibisi opiat endogen berkurang pada saat ovulasi. Hal ini mungkin merupakan respon terhadap estrogen, khususnya estrogen-induced yang mengurangi ikatan reseptor opioid dan pelepasan opioid.
Eksperimen dengan pemberian naloxone menunjukkan bahwa supresi gonadotropin selama kehamilan dan pemulihan selama periode postpartum menggambarkan steroid-induced opioid inhibition, yang diikuti oleh penghentian supresi opioid sentral.
Opiat endogen utama yang mengakibatkan pelepasan GnRH adalah -endorphin dan dynorphin, serta kemungkinan besar efek mayornya adalah modulasi jalur katekolamin, terutama norepinefrin. Aksi tersebut tidak melibatkan reseptor dopamine, reseptor asetilkolin, atau reseptor alpha-adrenergik. Pada sisi lain, endorphin mengakibatkan pelepasan GnRH secara langsung, tanpa keterlibatan perantara neuroamin.
Karena -MSH meniadakan efek -endorphin, proses posttranslasi POMC dapat mempengaruhi fungsi hipotalamus-pituitari dengan mengubah jumlah -MSH dan -endorphin. Hal ini memperkenalkan bagian potensial lain untuk regulasi neuroendokrin dari fungsi reproduktif. Hormon gonad kemungkinan besar memiliki multiple-sites untuk sinyal umpan balik.

Implikasi Klinis
Perubahan sifat penghambatan opioid tidak penting dalam perubahan pubertas, karena kemampuan respon terhadap naloxon tidak berkembang sampai setelah pubertas. Perubahan sifat opioid rupanya memperantarai kondisi hypogonadotropin, hal tersebut terlihat dengan adanya peningkatan level prolaktin, latihan, dan kondisi lain dari amenorrhea hipotalamus, sementara inhibisi opioid endogen tidak berperan sebagai penyebab keterlambatan pubertas atau masalah herediter seperti Kallmann’s syndrome. Penanganan pasien dengan amenorrhea hipotalamus (penekanan pulsatile sekresi GnRH) dengan obat (naltrexone) yang memblok reseptor opioid memperbaiki fungsi normal (ovulasi dan kehamilan). Jadi, pengurangan sekresi GnRh yang dihubungkan dengan amenorrhea hipotalamus diperantarai oleh peningkatan sifat inhibitori opioid endogen.
Bukti eksperimental menunjukkan bahwa cortikotropin-releasing hormone (CRH) secara langsung menghambat sekresi GnRH hipotalamus, baik secara langsung maupun dengan merangsang sekresi endogen opioid. Wanita dengan amenorrhea hipotalamus memperlihatkan tanda-tanda hypercortisolisme, yang menunjukkan bahwa hal ini dapat menjadi jalan dimana strees dapat memutus fungsi reproduksi. Analisa matematika terhadap asosiasi antara FSH, LH, -endorphin dan denyutan (pulse) cortisol mendukung keberadaan rangkaian fungsional yang signifikan antara sistem neuroregulator yang mengontrol pengurangan gonad dan adrenal. Gen CRH mengandung 2 segmen yang serupa dengan elemen respon estrogen memperkenankan peningkatan aktifitas CRH, ini mungkin bisa menjelaskan kerentanan reproductive axis yang sangat besar terhadap stress pada wanita.
Cumming menyimpulkan bahwa sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa exercise-induced dapat meningkatkan opiat endogen, tetapi mood (suasana hati) yang signifikan juga berpengaruh. Ia juga mencatat bahwa runner high lebih umum di Kalifornia dari pada di Canada (euphoria adalah lebih sulit terjadi ketika berlari pada suhu dibawah titik beku).
Pemberian morfin, analog enkephalin, dan -endorphin menyebabkan pelepasan prolaktin. Efek diperantarai oleh penghambatan sekresi dopamin pada neuron-neuron tuberoinfundibuler di median eminence. Sebagian besar penelitian melaporkan bahwa tidak ada efek naloxone terhadap basal, stress induced, atau level kehamilan dari prolaktin maupun sekresi oleh prolaktinoma. Jadi peran fisiologis terhadap regulasi opioid endogen dari prolaktin tidak terdapat pada laki-laki dan wanita dewasa. Bagaimanapun penekanan sekresi GnRH yang berhubungan dengan hyperprolaktinemia diperantarai oleh opiat endogen.
Setiap hormon pituitari tampak dimodulasi oleh opiat. Efek fisiologis penting dengan ACTH, gonadotropin, dan mungkin vasopressin. Senyawa Opioid tidak berkerja secara langsung pada pituitari, maupun merubah aksi hormon releasing pada pituitari.
POMC-like mRNA terdapat pada ovarium dan plasenta. Ekspresinya diatur oleh gonadotropin di ovarium tetapi tidak di plasenta. Alasan keberadaan endorphin pada jaringan ini belum kelihatan. Konsentrasi tinggi dari semua anggota keluarga POMC ditemukan pada cairan folikel ovarium manusia, tetapi hanya -endorphin yang menunjukkan perubahan signifikan selama siklus haid, mencapai level tertinggi tertinggi pada saat sebelum ovulasi.

Catecholestrogens
Enzim yang mengubah estrogen menjadi catecholestrogen (2-hidroksilase) terkonsentrasi pada hipotalamus; oleh karena itu terdapat catecholestrogen dalam konsentrasi yang lebih tinggi dibanding estron dan estradiol pada hipotalamus dan kelenjar pituitari. Catecholestrogen memiliki 2 permukaan, sisi catechol dan sisi estrogen. Karena catecholestrogen mempunyai dua permukaan, mereka memiliki potensi untuk berinteraksi dengan katekolamin dan estrogen-mediated system.
















Untuk lebih spesifiknya catecholestrogen dapat menghambat hydroksilase tirosin (yang akan menurunkan katekolamin) dan menyaingi cathecol-o-methyltransferase (yang akan meningkatkan katekolamin). Karena GnRH, estrogen dan catecholestrogen berlokasi pada sisi yang sama, memungkinkan bagi catecholestrogen membantu interaksi antara katekolamin dan sekresi GnRH. Bagaimanapun, fungsi-fungsi ini bersifat spekulatif karena peran catecholsteroids yang pasti belum diketahui.

Ringkasan : Kontrol Denyutan GnRH
Kunci konsepnya adalah bahwa fungsi menstruasi yang normal membutuhkan sekresi GnRH pulsatile pada frekuensi dan amplitudo dalam range yang kritis. Patofisiologis dan fisiologis yang normal dari siklus menstruasi, dapat dijelaskan melalui mekanisme yang mempengaruhi sekresi GnRH pulsatile. Denyutan GnRH tampaknya dipengaruhi secara langsung oleh dual-catecholaminergic system, yaitu norepinephrine facilitatory dan dopamine inhibitory. Selanjutnya, sistem katekolamin dapat dipengaruhi oleh aktifitas opioid endogen. Efek umpan balik steroid bisa diperantarai melalui sistem ini lewat catecholsteroid messenger atau secara langsung dengan mempengaruhi berbagai neurotranmiter.
GnRH Agonis dan Antagonis
Waktu paruh yang singkat dari GnRH diakibatkan oleh cepatnya pemotongan/ pemecahan ikatan asam amino 5-6, 6-7, dan 9-10. Analog GnRH dapat disintesa dalam berbagai sifat dengan mengubah asam amino pada posisi tersebut. Beribu-ribu analog GnRH telah diproduksi. Substitusi asam amino pada posisi 6 atau penggantian C-terminal gycine-amide (menghambat degradasi) menghasilkan agonis GnRH. Agonis GnRH dikelola secara intramuskular atau subkutaneus atau melalui absorbsi intranasal. Aksi awal agonistik dihubungkan dengan peningkatan level sirkulasi FSH dan LH. Respon ini merupakan yang terbesar pada awal fase folikuler pada saat GnRH dan estradiol dikombinasi untuk membuat cadangan yang besar dari gonadotropin. Setelah 1-3 minggu, desensitisasi dan regulasi dari pituitari memproduksi hypogonadotropin, status hypogonad. Respon awal yang diakibatkan oleh desensitisasi, sementara respon berikutnya disebabkan hilangnya reseptor dan pemisahan reseptor dari sistem efektornya. Selanjutnya, mekanisme postreseptor menyebabkan sekresi gonadotropin inaktif secara biologis, yang masih dapat dideteksi dengan immunoassay.
Penekanan sekresi pituitari gonadotropin oleh agonis GnRH dapat dimanfaatkan untuk penanganan endometriosis, leiomyoma uterus, pubertas dini, atau pencegahan perdarahan haid pada situasi klinis khusus. (seperti. pada pasien trombositopenia). Berbagai tumor mengandung reseptor GnRH, seperti pada payudara, pancreas, ovarium, dan oleh karena itu, berpotensi untuk mendapatkan perawatan.
Antagonis GnRH disintesa dengan substitusi asam amino multipel. Antagonis GnRH berikatan dengan reseptor GnRH dan mengadakan penghambat kompetitif terhadap GnRH yang terjadi secara alami. Jadi antagonis GnRH menghasilkan penurunan level gonadotropin yang cepat dengan suatu efek terapeutik yang cepat pula. Produksi sebelumnya dapat berupa berkurangnya potensi atau dihubungkan dengan side efek yang tak diinginkan akibat pelepasan histamin. Analog-analog baru terus dikembangkan dan diuji, tujuannya ke arah kontrol fertilitas. Kombinasi dari antagonis GnRH dan testosteron menjanjikan sebagai alat kontrasepsi pada laki-laki.

















Analog GnRH tidak luput dari kerusakan jika diberikan secara oral. Dosis lebih tinggi yang diberikan secara subkutan dapat mencapai efek yang mencukupi sambil diamati dengan penanganan intravena; bagaimanapun, smaller blood peaks lebih lambat terjadi dan lebih lama untuk kembali ke baseline. Bentuk-bentuk pemberian lainnya antara lain spray nasal, sustained release implants, dan injection of biodegradable mikrospheres. Pada rute nasal, absorbtion enhancer harus ditambahkan untuk meningkatkan bioavailability; bahan-bahan ini menimbulkan iritasi hidung yang cukup berarti. Goserelin terdiri dari small biodegradable cylinder yang diinsersi setiap bulan secara subkutan menggunakan prepackage syringe. Depot formulasi agonis GnRH diberikan setiap bulannya secara intramusculer.





















Tanycytes
Jalur yang signifikan untuk mempengaruhi hipotalamus kemungkinan melalui cairan cerebrospinal (CSF). Tanycyte merupakan sel-sel ependym khusus yang memiliki badan sel bersilia yang membatasi ventrikel ketiga di sekeliling median eminence. Sel-sel berakhir pada pembuluh portal, dan mereka bisa mengangkut bahan/material dari ventrikel CSF ke sistem portal, misalnya substansi dari kelenjar pineal, atau vasopresin atau oksitosin. Tanycyte mengalami perubahan secara morfologis pada saat merespon steroid dan menunjukkan perubahan selama ovarian cycle.












Jalur Pituitari Posterior.
Pituitari posterior merupakan perpanjangan langsung dari hipotalamus melalui batang pituitari, sedangkan pituitari anterior timbul dari epitel pharing yang bermigrasi ke posisi pituitari posterior. Pemisahan sel-sel neurosekretori pada nukleus paraventrikuler dan supraoptik membuat vasopresin dan oksitosin sebagai bagian dari molekul prekursor besar yang juga mengandung peptida transport, neurophysin. Oksitosin dan vasopresin mengandung 9 residu asam amino, dua diantaranya merupakan paruhan sistin yang membentuk jembatan antara posisi 1 dan 6. Pada manusia, vasopresin mengandung arginin, tidak seperti pada hewan yang memiliki lisin vasopresin. Neurophysin adalah polipeptida dengan berat molekul sekitar 10.000. Terdapat 2 neurophisin yang berbeda, yaitu estrogen-stimulated neurophysin yang dikenal sebagai neurophysin I, dan nicotine-stimulated neurophysin, yang dikenal sebagai neurophysin II.
Gen-gen untuk oksitosin dan vasopresin berikatan pada kromosom 20, berasal dari nenek moyang sekitar 400 juta tahun yang lalu. Aktifitas transkripsi dari gen-gen ini diatur oleh faktor endokrin, seperti steroid seks dan hormon tiroid, melalui elemen hormone-response yang terletak di hulu. Neuron-neuron mensekresi 2 molekul protein besar, yaitu suatu precursor disebut pro-pressophysin yang mengandung vasopressin dan neurophysinnya, dan suatu precursor disebut pro-oxyphysin yang mengandung oksitosin dan neurophysinnya. Neurophysin I secara khusus berhubungan dengan oksitosin, dan neurophysin II menyertai vasopresin. Karena paket unik yang ini, maka hormon dan neurophysinnya disimpan bersama dan dilepaskan bersamaan ke dalam sirkulasi.













Neurophysin dibelah dari pasangan neurohormonnya selama transport axon dari neuronal cell bodies pada nucleus paraventrikuler dan supraoptik ke pituitari posterior. Fungsi satu-satunya neurophysin yang diketahui adalah transport axon untuk oxytosin dan vasopressin.
Jalur posterior bersifat kompleks dan tidak terbatas untuk transmisi vasopresin dan oksitosin ke pituitari posterior. Transportasi vasopresin dan oksitosin ke pituitari posterior terjadi melalui saluran nervus yang berasal dari supraoptik dan nucleus paraventrikuler dan turun melalui median eminence dan berakhir pada pituitari posterior. Hormon-hormon ini juga disekresikan ke dalam cairan serebrospinal dan secara langsung kedalam sistem portal. Oleh karena itu, vasopresin dan oksitosin dapat mencapai pituitari anterior, selain itu vasopresin mempengaruhi sekresi ACTH, sedangkan oxytosin mempengaruhi sekresi gonadotropin. Vasopresin bersama dengan corticotropin-releasing hormone menyebabkan peningkatan hasil ACTH. Vasopressin dan oxytosin-like material yang juga ditemukan pada ovarium, saluran telur, testis, dan kelenjar adrenal, menunjukkan bahwa peptida neurohypofise tersebut berperan sebagai parakrin atau hormon autokrin. Substansi yang terkonsentrasi pada cairan serebrospinal ini menampakkan suatu ritme sirkadian (dengan level puncak terjadi sepanjang hari), menunjukkan mekanisme yang berbeda untuk sekresi CSF dibandingkan dengan pelepasan pituitari posterior.
Neurophysin II disebut nicotine neurophysin karena pemberian nikotin atau perdarahan meningkatkan level sirkulasi. Neurophysin I disebut karena pemberian estrogen meningkatkan levelnya pada darah perifer, dan level puncak neurophysin I serta oksitosin ditemukan pada saat hentakan LH (the LH surge ?). Neuron-neuron oksitosin dan vosopresin yang pada tikus mengandung estrogen receptor-beta. Peningkatan estrogen neurophysin dimulai 10 jam setelah peningkatan estrogen, mendahului hentakan LH, dan peningkatan neurophysin berakhir lebih lama dari pada hentakan LH. Karena GnRH dan oksitosin merupakan substrat saingan bagi enzim degradasi hipotalamus, diduga bahwa oxytosin dalam darah portal pada pertengahan siklus bisa menghambat metabolisme GnRH, jadi meningkatkan jumlah GnRH yang tersedia. Selanjutnya, oksitosin mungkin beraksi langsung pada pituitari, ovarium, uterus, dan tuba fallopi selama ovulasi.
Jalur neurophysin-containing ditemukan dari nukleus hipotalamus ke berbagai pusat dalam batang otak dan spinal cord. Selain itu, behavioral studies menunjukkan peran vasopressin dalam belajar dan memori. Pemberian vasopresin dihubungkan dengan perbaikan memori pada manusia dengan kerusakan otak, dan peningkatan respon kognitif (belajar dan memori) pada individu usia muda, baik normal maupun pasien depressi.
Oksitosin dan vasopressin beredar sebagai suatu peptida bebas dengan waktu paruh hidup cepat (komponen awal kurang dari 1 menit), (komponen kedua 2-3 menit). Tiga rangsangan mayor untuk sekresi vasopressin adalah perubahan osmolaritas darah, perubahan volume darah, dan rangsangan psikogenik seperti nyeri dan rasa takut. Osmoreseptor berlokasi pada hipotalamus; volume reseptor dalam atrium kiri, arkus aorta, dan sinus karotis. Angiotensin II juga menghasilkan pelepasan vasopresin, menunjukkan mekanisme lain yang menghubungkan antara keseimbangan cairan dan vasopresin. Cortisol dapat mengubah ambang osmotic untuk pelepasan vosopresin.
Fungsi utama vasopressin melibatkan regulasi osmolalitas dan volume darah. Vasopresin merupakan vasokonstriktor kuat dan hormon antidiuretik. Pelepasan Vasopressin meningkat ketika osmolalitas plasma meningkat dan dihambat oleh loading air (yang mengakibatkan diuresis). Diabetes Insipidus adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya air oleh karena kurangnya aksi vasopressin pada tubulus ginjal, kerusakan pada sintesa atau sekresi vasopresin. Kondisi yang berlawanan adalah sekresi terus menerus dan autonom dari vasopresin, syndrome sekresi ADH (antidiuretik Hormon) yang tidak tepat. Sindrom ini, dengan retensi air, dihubungkan dengan berbagai gangguan otak yang sama dengan produksi vasopresin dan prekursornya oleh tumor maligna.
Oksitosin merangsang kontraksi otot pada uterus dan myoepitelial mamma. Jadi hal tersebut terlibat pada proses kelahiran dan pengeluaran air susu ibu. Pelepasan oksitosin secara episodik yang digambarkan sebagai his. Biasanya, terdapat kira-kira 3 his setiap 10 menit. Oksitosin dilepaskan selama koitus, kemungkinan oleh reflek Ferguson (perangsangan vaginal dan cervical) tetapi juga oleh ulfaktory, visual, dan jalur auditorius. Mungkin oksitosin mempunyai beberapa peranan pada kontraksi otot selama orgasme. Pada laki-laki dewasa, pelepasan oksitosin selama koitus berkontribusi terhadap transportasi sperma selama ejakulasi.
Dengan menggunakan sensitive assays, peningkatan oksitosin pada level maternal dapat dideteksi sebelum proses persalinan, terjadi pertama kali hanya pada malam hari. Sewaktu persalinan dimulai, level oksitosin meningkat secara signifikan, khususnya selama stadium kedua. Jadi, oksitosin penting dalam mengembangkan kontraksi uterus yang lebih intens. Tingginya konsentrasi oxytosin dapat diukur pada tali pusat saat persalinan, pelepasan oksitosin dari pituitari fetal juga terlibat dalam persalinan. Bagaimanapun, hal tersebut kontroversial, dan studi pada monyet gagal untuk menunjukkan peran oksitosin fetal pada proses persalinan. Sebagian kontribusi oksitosin pada proses persalinan merupakan perangsangan sintesa prostaglandin pada desidua dan miometrium. Dilatasi cerviks tampaknya tergantung pada perangsangan oksitosin dari produksi prostaglandin, kemungkinan pada desidua. Frekuensi lebih besar dari kelahiran dan persalinan pada malam hari kemungkinan disebabkan oleh sekresi oksitosin nocturnal lebih besar. Lagi pula, oksitosin disintesa pada amnion, korion, dan disintesa secara signifikan pada desidua. Oksitosin yang diproduksi secara lokal ini mungkin merupakan rangsangan yang signifikan terhadap produksi prostaglandin myometrium dan membran.
Kemungkinan bahwa aksi oksitosin selama stadium awal persalinan dapat tergantung pada sensitifitas myometrium terhadap oksitosin disamping level oksitosin di dalam darah. Konsentrasi reseptor oksitosin pada myometrium rendah pada masa tidak hamil dan meningkat terus menerus selama kehamilan. (peningkatan 80 kali lipat), dan selama persalinan, konsentrasi berlipat ganda. Pemusatan reseptor berhubungan dengan sensitivitas uterin terhadap oksitosin. Mekanisme untuk peningkatannya tidak diketahui, tetapi kemungkinan diakibatkan oleh perubahan pada prostaglandin dan lingkungan hormonal dari uterus. Produksi lokal dan efek oksitosin, estrogen, dan progesteron dikombinasikan dalam proses aksi yang rumit dari autokrin, parakrin, dan aksi endokrin untuk mengakibatkan persalinan. Oksitosin dilepaskan sebagai respon terhadap isapan bayi, diperantarai oleh impuls sekitar puting susu, dan ditrasmisikan melalui nervus thoracis 3, 4, 5 ke spinal cord sampai menuju hipotalamus. Disamping menyebabkan pengeluaran ASI, reflek bertanggungjawab untuk kontraksi uterus sehubungan dengan proses menyusui. Peptida opioid menghambat pelepasan oksitosin, dan hal ini kemungkinan cara dimana stress, rasa takut, marah menghambat pengeluaran susu pada ibu menyusui. Oksitosin juga diekspresikan pada banyak jaringan dimana ia menggunakan aksi autokrin/parakrin.

Otak dan Ovulasi
Studi klasik pada rodent menunjukkan adanya feedback center pada hipotalamus yang merespon steroid dengan pelepasan GnRH. Pelepasan GnRH merupakan hasil dari hubungan yang kompleks, tetapi terkoordinasi diantara neurohormon, gonadotropin pituitari, dan steroid gonad yang didesain oleh umpan balik positif dan negatif.
Level FSH sebagian besar diatur oleh negative inhibitory feedback relationship dengan estradiol. Pada LH, terdapat negative inhibitory feedback relationship dengan estradiol dan suatu positive stimulatory feedback dengan level tinggi dari estradiol. Pusat-pusat feedback tberlokasi pada hipotalamus, mereka disebut tonik dan pusat-pusat siklus. Tonic center mengontrol level basal gonadotropin dari hari ke hari dan responsive terhadap efek umpan balik negative steroid. Siklic center pada otak wanita bertanggungjawab terhadap hentakan gonadotropin pada pertengahan siklus, responnya diperantarai oleh umpan balik positif dari estrogen. Khususnya, hentakan gonadotropin pertengahan siklus kemungkinan diakibatkan oleh limpahan GnRH pada respon aksi umpan balik positif dari estradiol pada pusat siklus di hipotalamus.

Konsep klasik ini bukannya tidak akurat. Permasalahannya adalah konsep ini dijelaskan secara akurat pada binatang pengerat (rodent), padahal mekanismenya berbeda pada primata.

Pada Primata, “Pusat” untuk hentakan gonadotropin pertengahan siklus bergerak dari hipotalamus ke pituitari. Eksperimen pada monyet menunjukkan bahwa GnRH yang berasal dari hipotalamus, memiliki peranan supportif dan permisif. Sekresi pulsatilenya merupakan prasyarat penting untuk fungsi normal pituitari. Tetapi respon umpan balik regulasi level gonadotropin dikontrol oleh umpan balik steroid ovarium pada sel-sel pituitari anterior.
Konsep terkini berasal dari eksperimen dimana medial basal hipotalamus (MBH) dirusak atau hipotalamus dipisahkan secara pembedahan dari pituitari. Pada eksperimen yang khas (dan sekarangI eksperimen Klasik, lesi dari MBH dieliminasi dengan gelombang radio frekuensi yang diikuti oleh hilangnya level LH sebagai sumber GnRH. Pemberian GnRH pada melalui pompa intravena memperbaiki sekresi LH. Selanjutnya pemberian estradiol dapat menghasilkan respon umpan balik negatif dan positif, aksi nyata yang seharusnya langsung terjadi pada pituitari anterior karena hipotalamus tidak ada dan GnRH diberikan pada dosis dan frekuensi yang tetap dan terus menerus.









Pemberian GnRH intravena secara bolus menghasilkan peningkatan level LH dan FSH dalam darah pada waktu 5 menit, menjangkau puncak kira-kira pada 20-25 menit untuk LH, dan 45 menit untuk FSH. Level kembali ke nilai pretreatment values setelah beberapa jam. Ketika diberikan infus tetap pada dosis submaksimal, pertama terdapat peningkatan cepat pada suatu puncak dalam waktu 30 menit, diikuti dengan suatu plateau atau penurunan antara 45 sampai 90 menit, dan kemudian yang kedua dan terus menerus pada 225-240 menit. Respon bipasik ini menunjukkan adanya dua kelompok fungsional dari gonadotropin pituitari. Kelompok readily releasable menghasilkan respon awal, dan respon lanjutan adalah tergantung pada kelompok kedua yaitu kelompok reserve dari simpanan gonadotropin.
Terdapat 3 prinsip positif aksi GnRH pada penyebaran gonadotropin :
1. Sintesa dan penyimpanan (reserve poll ) dari Gonadotropin.
2. Aktivasi, pergerakan gonadotropin dari reserve poll ke poll ready untuk sekresi langsung, suatu aksi self priming.
3. Pelepasan immediate (sekresi langsung) dari gonadotropin.















Sekresi, sintesa, dan penyimpanan berubah selama siklus. Pada permulaan siklus, ketika level estrogen rendah, sekresi dan level penyimpanan rendah. Dengan meningkatnya level estradiol, peningkatkan yang lebih besar terjadi pada penyimpanan, dengan sedikit perubahan pada sekresinya. Sehingga, pada fase folikel awal, estrogen mempunyai efek positif pada sintesa dan respon penyimpanan, meningkatkan suplai gonadotropin dalam rangka mencapai kebutuhan hentakan pertengahan siklus. Pelepasan prematur dari gonadotropin dicegah oleh aksi (penghambatan) negatif dari estradiol pada respon sekresi pituitari terhadap GnRH.
Menjelang pertengahan siklus, respon selanjutnya terhadap GnRH lebih besar daripada respon awal, menunjukkaan bahwa masing-masing respon tidak hanya menginduksi pelepasan gonadotropin tetapi juga mengaktifkan storage pool untuk respon berikutnya. Sensitisasi atau aksi priming GnRH juga melibatkan peningkatan jumlah reseptornya dan memerlukan adanya estrogen. Estrogen sendiri mampu meningkatkan jumlah reseptor GnRh. Peningkatan jumlah estrogen pada pertengahan siklus mempersiapkan gonadotrop untuk respon selanjutnya terhadap GnRH.
Karena hentakan LH pertengahan siklus dapat diciptakan dari eksperimen pada monyet tanpa hipotalamus, dan meskipun GnRH tidak berubah, hentakan ovulasi LH saat ini dipercaya sebagai respon terhadap aksi umpan balik positif estradiol pada pituitari anterior. Ketika level estradiol dalam sirkulasi mencapai konsentrasi kritis dan konsentrasi ini dipertahankan untuk jangka waktu kritis, aksi penghambatan pada sekresi LH berubah menjadi aksi perangsangan LH. Mekanisme aksi steroid ini tidak diketahui pasti, tetapi bukti eksperimen menunjukkan bahwa aksi umpan balik positif melibatkan banyak mekanisme, termasuk peningkatan konsentrasi reseptor GnRH dan peningkatan sensitifitas pituitary terhadap GnRH. Umpan balik negatif estrogen bekerja melalui sistem yang berbeda dan tidak menentu.
Alangkah logis mekanismenya! Hentakan pertengahan siklus harus terjadi pada waktu siklus yang mengovulasikan folikel matang yang sudah siap. Jalan yang lebih baik untuk mencapai waktu dan derajat koordinasi ekstrim dibandingkan folikel itu sendiri, adalah melalui efek umpan balik steroid seks yang berasal dari dalam folikel untuk mempersiapkan ovulasi.
Pada pertengahan siklus, GnRH ditingkatkan dalam darah perifer wanita dan darah portal monyet. Walaupun peningkatan ini sama sekali tidak penting (seperti didemonstrasikan pada eksperimen monyet), penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa aktifitas terjadi pada hipotalamus dan pituitari. Oleh karena itu, walaupun sistem dapat berjalan dengan aksi permisif dari GnRH, pengaturan yang baik dilakukan dengan menggunakan efek simultan sekresi pulsatile GnRH dan respon pituitari terhadap GnRH. Hal ini didukung oleh studi tentang ekspresi gen gonadotropin, menunjukkan efek steroid pada hipotalamus dan pituitari. Bagian hulu gen LH subunit- (pada tikus) mengikat reseptor estrogen, sebagai alat modulasi langsung hormon steroid pada pituitari. Gen GnRH manusia mengandung elemen responsif hormon yang mengikat estrogen dan reseptornya. Bagaimanapun, studi yang dilakukan telah gagal mendeteksi keberadaan reseptor estrogen pada neuron GnRH, dan elemen responsif hormon ini mungkin diatur oleh substansi lain, atau neuron responsif estrogen lain yang bersinapsis dengan badan sel GnRH. Kemungkinan lainnya adalah bahwa neuron-neuron GnRH mengandung beta-reseptor estrogen, dan studi imunoreaktif sebelumnya mengarah pada alpha-reseptor estrogen. Namun, studi in vivo pada domba menggambarkan bahwa estradiol mempunyai efek umpan balik positif dan negatif terhadap sekresi GnRH hipotalamus, dan bahwa suatu hentakan GnRH diperlukan pada hentakan LH pre-ovulasi. Tentunya, keberadaan GnRH sangat esensial; pemberian antagonis GnRH pada wanita di pertengahan siklus mencegah hentakan LH.
Respon pitutari terhadap GnRH dapat dipengaruhi dengan mempengaruhi frekuensi sekresi GnRH hipotalamus. Frekuensi denyut (pulse) GnRH yang lebih cepat atau lebih lambat menghasilkan jumlah reseptor GnRH yang lebih rendah pada pituitari. Jadi, frekuensi puncak kritis diperlukan untuk mencapai jumlah puncak (tertinggi) reseptor GnRH dan puncak respon pertengahan siklus. Ini adalah metode pengaturan yang baik untuk hipotalamus (frekuensi denyutan) dan pituitari (jumlah reseptor). Tentu saja, penghentian hentakan menimbulkan down-regulation karena kelebihan GnRH. Studi pada domba menunjukkan bahwa hentakan GnRH pada saat hentakan LH dihubungkan dengan perubahan dari episodic secretion ke continuous secretion ke dalam sirkulasi portal, memperlihatkan pembongkaran besar hasil dari down-regulation.
Aspek lain sekresi gonadotropin merupakan hal yang penting secara klinis. Perbedaan yang ada di antara kuantitas LH yang diukur selama hentakan pertengahan siklus ditentukan dengan immunoassay dan bioassay. Lebih banyak LH disekresikan pada pertengahan siklus dalam bentuk molekul dengan aktifitas biologis lebih besar. Terdapat hubungan yang baik diantara aktifitas serta waktu paruh hormon glikoproterin dan komposisi molekul (lihat bab 2, dibawah “heterogeneity” hormon tropic). Pengaruh estrogen pada sintesa gonadotropin merupakan metode tambahan untuk memaksimalkan efek biologis hentakan pertengahan siklus. Bioaktifitas juga sangat tergantung pada stimulasi pulsatile oleh GnRH.

Hentakan pertengahan siklus FSH penting untuk tujuan klinik. Corpus luteum normal memerlukan induksi reseptor LH pada sel-sel granulose dalam jumlah yang adekuat, aksi spesifik FSH. Lagi pula, FSH menyempurnakan pengubahan intrafolikuler penting yang diperlukan untuk ekspulsi fisik dari ovum. Oleh karena itu hentakan pertengahan siklus FSH, memiliki peran kritis untuk memastikan ovulasi dan corpus luteum normal. Sekresi progesteron yang muncul sebelum ovulasi, adalah kunciya.
Progesteron pada level rendah dan adanya estrogen, merangsang sekresi LH pituitari dan bertanggunjawab untuk hentakan FSH dalam merespon GnRH. Peningkatan level LH menghasilkan perubahan morfologis luteinisasi dalam hal ovulasi folikel, lapisan granulose mulai mensekresi progesteron secara langsung ke dalam aliran darah. Proses luteinisasi dihambat oleh adanya oocyte, dan oleh karena itu sekresi progesteron relatif ditekan, untuk memastikan bahwa yang mencapai otak hanya progesteron dalam level rendah.

















Setelah ovulasi, proses luteinisasi penuh dan cepat diikuti oleh tanda-tanda peningkatan level progesteron, yang mana, estrogen yang ada mengadakan aksi umpan balik negatif yang amat besar untuk menekan sekresi gonadotropin. Aksi progesteron ini terjadi pada dua lokasi. Pertama, yang sudah pasti ada, yaitu aksi sentral untuk menekan GnRH. Progesteron gagal untuk menghambat estradiol yang menginduksi pengeluaran gonadotropin pada monyet dengan lesi hipotalamus jika dilakukan penggantian GnRH pulsatile. Oleh karena itu, progesteron level tinggi menghambat ovulasi pada level hipotalamus. Lagi pula, progesteron dapat juga mem-blok estrogen-induced yang merespon GnRH pada level pituitari. Sebaliknya, aksi fasilitatori progesteron level rendah digunakan hanya ketika pituitari merespon GnRH.

Ringkasan : Titik Kunci.
1. Sekresi GnRH pulsatile seharusnya bersamaan dengan rentang frekuensi dan konsentrasi kritis (amplitudo). Ini diperlukan secara penuh untuk fungsi reproduksi normal.

2. GnRh hanya memiliki aksi positif pada pituitari anterior; sintesa dan penyimpanan, aktivasi, dan sekresi gonadotropin. Gonadotropin disekresikan pada saat aksi pulsatile dalam respon terhadap pelepasan pulsatile GnRH yang serupa.

3. Estrogen level rendah yang mempertinggi sintesa dan penyimpanan LH dan FSH, memiliki sedikit efek pada sekresi LH, dan menghambat sekresi FSH.

4. Estrogen level tinggi menginduksi hentakan LH pada pertengahan siklus, dan level tinggi estrogen yang terus menerus menyebabkan peningkatan sekresi LH yang terus menerus.

5. Progesteron level rendah bekerja pada level kelenjar pituitari yang mempertinggi respon LH terhadap GnRH dan bertanggungjawab terhadap hentakan FSH pada pertengahan siklus.

6. Progesteron level tinggi menghambat sekresi pituitari dari gonadotropin dengan menghambat denyutan GnRH pada level hipotalamus. Lagi pula, progesteron level tinggi menimbulkan respon pituitari terhadap GnRH dengan mengganggu aksi estrogen.


KELENJAR PINEAL
Walaupun tidak memiliki peran fisiologis pada manusia, fungsi reproduktif dari hipotalamus mungkin juga dibawah kontrol penghambatan otak melalui kelenjar pineal. Pineal muncul sebagai hasil pertumbuhan atap ventrikel ketiga, tetapi segera setelah bayi lahir, ia kehilangan semua koneksi neural efferent dan afferent dengan otak. Malahan sel-sel parenkim menerima inervasi simpatetik yang luar biasa dan baru yang membiarkan kelenjar pineal menjadi organ neuroendokrin aktif yang memberi respon tehadap stimuli hormonal dan photic dan memperlihatkan ritme sirkardian.
Jalur neural dimulai pada retina, melewati suprachiasmatic dan nucleus paraventrikuler dalam hipotalamus menuju ke saluran optik asesoris inferior dan medial forebrain bundle ke upper spinal cord. Serabut preganglionik berakhir pada ganglion servikal superior, dan nervus postganglion simpatetik berakhir langsung pada sel-sel pineal. Pemutusan jalur ini memberi efek yang sama dengan kegelapan, yang meningkatkan aktifitas biosintetik pineal.
Hydroksyindole-o-methyltranferase (HIOMT), suatu enzym essential untuk sintesa melatonin, ditemukan terutama pada sel parenkim pineal, dan produknya unik terhadap pineal. Norepinefrin merangsang triptopan untuk masuk ke dalam sel pineal dan juga aktifitas adenylat cyklase pada membran. Hasilnya meningkatkan cyclic AMP yang menyebabkan aktifitas N-asetiltransferase, suatu langkah pembatasan laju (rate-limiting step) sintesa melatonin. Triptophan dirubah oleh aksi kombinasi dari N-asetiltransferase dan HIOMT menjadi melatonin. Jadi, sintesa melatonin dikontrol oleh stimulasi norepinefrin dari adenylate cyklase, dan norepinefrin dilepaskan oleh stimulasi simpatetik akibat tidak adanya cahaya. HIOMT juga ditemukan pada retina dimana melatonin bisa mengatur pigmen pada sel-sel retina dan pada usus. Bagaimanapun, pinealectomy menghilangkan tingkat kemampuan deteksi melatonin pada sirkulasi. Kalsifikasi kelenjar pineal adalah biasa. Hal ini sering terdapat pada anak-anak, dan hampir semua orang tua mengalami kalsifikasi pineal.
Gabungan tumor pineal hiperplastik dengan penurunan fungsi gonad, dan tumor-tumor destruktif dengan pubertas sebelum waktunya, menunjukkan bahwa pineal adalah sumber substansi yang menghambat gonad. Bagaimanapun, mekanisme pineal tidak essensial sama sekali untuk fungsi gonad. Fungsi reproduksi normal kembali lagi pada tikus yang telah dipinealektomi beberapa minggu setelah pinealektomi dilakukan; wanita buta memiliki fertilitas normal, dan pinealektomi pada primata tidak mempengaruhi perkembangan pubertas.

Kegelapan  Peningkatan Melatonin  Peningkatan GnRH
Tikus yang diberi pencahayaan konstan menghasilkan pineal kecil dengan penurunan HIOMT dan melatonin, sedangkan berat ovarium meningkat. Sebaliknya, tikus pada tempat gelap menghasilkan peningkatan ukuran pineal, HIOMT dan melatonin dengan penurunan berat ovarium dan fungsi pituitari. Suatu ritme dibuat pada aktifitas HIOMT pineal dengan memberi atau meniadakan cahaya. Siang yang pendek dan malam yang panjang menghasilkan atropi gonad, dan ini adalah mekanisme mayor yang menentukan musim perkembangbiakan. Pada manusia, sekresi melatonin meningkat setelah gelap dan memuncak pada tengah malam, dan kemudian menurun. Ritme ini bersifat endogen, berasal dari nucleus suprachiasmatik. Pencahayaan tidak menyebabkan ritme, tetapi mempengaruhi waktunya.
Peran yang memungkinkan pada manusia adalah memberi ritme sirkardian pada fungsi lainnya seperti temperatur dan tidur. Pada semua vertebrata yang diuji sejauh ini, terdapat ritme musiman dan harian pada sekresi melatonin: nilai tinggi selama gelap dan rendah selama terang, sekresi lebih besar pada musim dingin dibandingkan musim panas. Desinkronisasi selama perjalanan melalui wilayah waktu yang berbeda bisa menyebabkan gejala kompleks yang dikenal sebagai jet lag. Proses pencernaan melatonin meningkatkan durasi dan kualitas tidur, tetapi waktu optimal pemberian belum diketahui.
Pineal bekerja sebagai penghubung antara lingkungan dan fungsi pituitary-hipotalamus. Untuk menafsirkan dengan benar lamanya hari, hewan perlu ritme harian dalam hal sekresi melatonin. Koordinasi antara temporal dan informasi lingkungan ini penting terutama pada peternak musiman. Ritme pineal ini tampaknya memerlukan suprachiasmatic nucleus, mungkin pada sisi dimana fungsi pineal dan perubahan cahaya dikoordinasikan.
Melatonin disintesa dan disekresi oleh kelenjar pineal dan bersirkulasi dalam darah seperti hormon klasik. Ia mempengaruhi target organ yang jauh, khususnya pusat neuroendokrin sistem saraf sentral. Apakah melatonin disekresikan secara primer kedalam CSF atau darah, masih diperdebatkan, tetapi bukti terbanyak adalah darah. Melatonin dari CSF bisa mencapai hipotalamus melalui transportasi tanycyte. Perubahan gonad sehubungan dengan melatonin diperantarai oleh hipotalamus, dan menunjukkan efek penekanan umum terhadap sekresi pulsatile GnRH dan fungsi reproduktif. Pada manusia, level melatonin darah tertinggi pada tahun pertama kehidupan (dengan level tertinggi pada malam hari), kemudian menurun sesuai umur, akhirnya hilang, beberapa menyatakan, penekanan GnRH sebelum pubertas. Hipotesis ini ditantang oleh asosiasi wanita buta dengan usia menarche lebih awal dari normal. Lagi pula, pinealektomi pada monyet tidak mempengaruhi pubertas.
Aktifitas pineal dapat dipandang sebagai jaring keseimbangan antara hormon dan pengaruh yang diperantarai neuron. Pineal mengandung reseptor untuk hormon seks yang aktif, estradiol, testosteron, dihidrotestosteron, progesteron, dan prolaktin. Selanjutnya, pineal mengubah tertosteron dan progesteron menjadi metabolit 5-reduced yang aktif, dan androgen diaromatisasi menjadi estrogen. Pineal juga terlihat unik karena neurotransmiter katekolamin (norepinefrin) yang berinteraksi dengan reseptor membran sel, merangsang sintesa seluler reseptor androgen dan estrogen. Pada umumnya, aktifitas simpatetik menghasilkan ritme sirkardian yang lebih diutamakan daripada efek hormonal. Meskipun muncul berbagai petunjuk, tidak ada fakta pasti mengenai peran pineal pada manusia. Namun hubungan penting antara pencahayaan dan ritme sirkardian berlanjut ke focus perhatian pada kelenjar pineal sebagai koordinator. Terdapat distribusi musiman pada konsepsi manusia di negara-negara utara dengan penurunan aktifitas ovarium dan laju konsepsi selama musim dingin yang gelap. Lagi pula, pineal dapat mengacaukan fungsi gonad normal. Seorang laki-laki dengan penundaan masa pubertas yang diakibatkan hipogonadotropin, dilaporkan memiliki kelenjar pineal yang membesar dan hiperfungsi. Lama kelamaan level melatoninnya menurun secara spontan dan terjadi perkembangan fungsi gonadal pituitari yang normal. Level melatonin yang tinggi di malam hari dilaporkan pada pasien dengan amenorrhea hipotalamus dan wanita dengan anoreksia nervosa.
Pengaruh kelenjar pineal yang tepat kemungkinan adalah sinkronisasi siklus menstruasi diantara wanita yang menghabiskan waktu bersama. Peningkatan signifikan dari sinkronisasi siklus diantara teman sekamar dan antara teman dekat terjadi pada 4 bulan pertama dalam lingkungan asrama mahasiswa wanita. Peningkatan yang serupa dalam hal sikronisasi telah diamati pada wanita teman sekerja, ditandai oleh level ketergantungan yang sama atau lebih besar dibanding level menghadapi tekanan pekerjaan. Bagaimanapun, usaha-usaha untuk mereplikasi hasil-hasil ini tidak selalu berhasil.
Melatonin tersedia dalam dosis 1 – 5 mg yang menghasilkan level darah 10-100 kali lebih tinggi dibanding puncak normal di waktu malam. Efeknya antara lain meningkatkan rasa mengantuk dan menurunkan kewaspadaan. Tidak tersedia data mengenai konsekuensi jangka panjang terhadap fungsi reproduksi.
Sejumlah indole lain (juga turunan tryptophan) telah diidentifikasi pada kelenjar pineal. Peran biologis indole ini masih sukar untuk dipahami, tetapi sebagian telah diamati. Arginine vasotocin dibedakan dari oksitosin oleh asam amino tunggal pada posisi 8, dan dari vasopresin oleh asam amino tunggal pada posisi 3. Pada umumnya, Arginine vasotocin memiliki aksi penghambatan terhadap gonad dan sekresi pituitari untuk prolaktin dan LH. Namun peran yang tepat masih belum ditemukan.

Sekresi Gonadotropin Sepanjang Kehidupan Janin, Anak-Anak, Dan Masa Pubertas
Kita sering mempertimbangkan peristiwa endokrin selama masa pubertas sebagai suatu kesadaran, suatu awal. Bagaimanapun, secara endokrinologis, masa pubertas bukanlah awal, tetapi hanya tahapan lain dalam perkembangan awal suatu konsepsi. Perkembangan pituitari anterior pada manusia dimulai antara minggu keempat dan kelima kehidupan janin, dan pada minggu ke-12 masa kehamilan hubungan vaskuler antara hipotalamus dan pituitari mulai berfungsi. Terdapat produksi gonadotropin sepanjang kehidupan janin, selama masa kanak-kanak, dan sampai kehidupan dewasa. Level FSH dan LH yang luar biasa, serupa dengan level postmenopause, dapat diukur pada janin. GnRH terdeteksi pada hipotalamus pada kehamilan 10 minggu, dan pada 10-13 minggu ketika hubungan vaskuler telah lengkap, FSH dan LH diproduksi pada pituitari. Puncak konsentrasi pituitari untuk FSH dan LH terjadi sekitar 20-23 minggu kehidupan intrauterine, dan puncak level sirkulasi terjadi pada usia 28 minggu.
Peningkatan laju produksi gonadotropin sampai pertengahan kehamilan menggambarkan kemampuan pertumbuhan poros hipotalamus-pituitari untuk mencapai kapasitasnya secara penuh. Terdapat peningkatan sensitifitas penghambatan oleh steroid dan penurunan sekresi gonadotropin yang dimulai pada saat pertengahan kehamilan. Sensitifitas penuh terhadap steroid tidak tercapai sampai akhir masa bayi. Kemunculan gonadotropin setelah melahirkan menggambarkan hilangnya steroid plasenta dalam level yang tinggi. Jadi, pada tahun pertama kehidupan terdapat aktifitas folikel pada ovarium yang berbeda dengan akhir masa kanak-kanak ketika sekresi gonadotropin ditekan. Selanjutnya, kemunculan gonadotropin postnatal lebih besar dibanding pada bayi yang lahir prematur.
Fungsi testis pada janin dapat dihubungkan dengan pola hormon janin. Produksi awal testosteron dan diferensiasi seksual merupakan respon terhadap level HCG janin, mengingat produksi testosteron selanjutnya dan diferensiasi maskulin tampak diatur oleh gonadotropin pituitari janin. Penurunan level testosteron pada akhir masa kehamilan mungkin menggambarkan penurunan level gonadotropin. Pembentukan janin dari sel-sel leydig entah bagaimana menghindari down-regulation dan merespon terhadap level tinggi HCG dan LH dengan meningkatkan steroidogenesis dan multiplikasi sel. Generasi sel-sel ini digantikan oleh generasi dewasa yang menjadi fungsional pada masa pubertas dan merespon level tinggi HCG dan LH dengan down-regulation dan menurunkan steroidogenesis.
Terdapat perbedaan seks pada level gonadotropin janin. Terdapat pituitari dan sirkulasi FSH serta level LH pituitari yang lebih tinggi pada fetus perempuan. Level lebih rendah pada laki-laki mungkin akibat testosteron testis dan produksi inhibin. Pada bayi, kemunculan FSH postnatal lebih memperlihatkan tanda dan lebih lama pada wanita, sedangkan nilai LH tidak setinggi itu. Aktifitas awal ini disertai oleh level inhibin yang sebanding dengan batas rendah yang diamati selama fase folikuler pada siklus menstruasi. Setelah postnatal, level gonadotropin mencapai titik terendah selama awal masa kanak-kanak (sekitar usia 6 bulan pada laki-laki dan 1-2 tahun pada wanita) dan kemudian berkembang sedikit antara 4-10 tahun. Masa kanak-kanak ini ditandai oleh gonadotropin level rendah pada pituitari dan darah, respon pituitari terhadap GnRH rendah, dan penekanan maksimal hipotalamus.
Signal tepat yang mengawali peristiwa pubertas tidak diketahui. Pada perempuan, steroid pertama yang muncul dalam darah adalah dehydroepiandrosteron (DHA) dan sulfatnya (DHAS), dimulai pada umur 6-8 tahun, sesaat sebelum FSH mulai meningkat. Level estrogen, sama dengan LH, tidak muncul sampai usia 10-12 tahun. Jika permulaan masa pubertas dipicu oleh hormon pertama untuk ditingkatkan dalam sirkulasi, maka peran steroid adrenal harus dipertimbangkan. Bagaimanapun, tidak ada bukti untuk menunjukkan bahwa steroid adrenal diperlukan untuk ketepatan waktu pubertas, dan adrenarche terlihat tidak tergantung, tidak dikontrol oleh mekanisme yang sama yang mengatur gonad. Juga tidak terdapat hubungan nyata yang ditunjukkan antara sekresi melatonin dan masa pubertas. Karena studi lebih difokuskan pada jumlah sekresi melatonin dibanding ritme sekresi, maka pertanyaan ini masih belum terjawab.








Sebelum pubertas, level gonadotropin rendah tetapi masih berhubungan dengan denyutan (walaupun agak tak teratur). Permulaan klinis masa pubertas didahului oleh peningkatan frekuensi denyutan, amplitudo, dan keteraturan, terutama selama malam hari. Pada saat penampakan karakteristik seks sekunder, rata-rata level LH 2-4 kali lebih tinggi selama tidur daripada selama terjaga. Pola ini tidak ada sebelum atau setelah masa pubertas dan merupakan tanda awal perubahan yang terjadi di hipotalamus, dimana terdapat peningkatan koordinasi neuron-neuron GnRH dengan meningkatkan sekresi pulsatile GnRH. Pola ini dapat dideteksi pada individu yang mengalami peningkatan dan penurunan derajat penekanan hipotalamus (seperti individu dengan anoreksia nervosa yang bertambah buruk atau baik). Level FSH distabilkan pada pertengahan pubertas, sementara level estradiol dan LH terus meningkat sampai akhir masa pubertas. LH yang aktif secara biologis ditemukan naik secara proporsional dibanding LH immunoreaktif pada permulaan pubertas.
Kenaikan gonadotropin pada pubertas tampaknya tidak tergantung pada gonad karena respon yang sama dapat diamati pada pasien dengan disgenesis gonad (kekurangan jaringan gonad yang memproduksi steroid fungsional). Gadis remaja dengan sindroma Turner (45,X) juga memperlihatkan penambahan sekresi gonadotropin selama tidur. Jadi, maturasi pada masa pubertas harus melibatkan perubahan dalam hipotalamus yang independen terhadap steroid ovarium.
Perubahan maturitas dalam hipotalamus diikuti oleh serangkaian kejadian yang teratur dan dapat diprediksi. Peningkatan sekresi GnRH menimbulkan peningkatan responsifitas pituitari terhadap GnRH (kombinasi steroid berpengaruh pada pituitary, dan efek frekuensi denyutan GnRH pada jumlah reseptor GnRH), menyebabkan peningkatan produksi dan sekresi gonadotropin. Peningkatan gonadotropin bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan folikuler dalam ovarium serta peningkatan level steroid seks. Tingginya estrogen membantu mencapai pola dewasa dari sekresi GnRH pulsatile, yang akhirnya menimbulkan pola siklus menstruasi.
Kecenderungan kearah penurunan usia menarche dan periode percepatan pertumbuhan telah berakhir. Pada studi prospektif selama 10 tahun terhadap anak perempuan amerika yang sebaya dalam suatu kelas, rata-rata usia menarche adalah 12,83 dengan rentang 9,14-17,70 tahun. Usia awal masa pubertas bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi sosial ekonomi, dan kesehatan umum. Menarche yang lebih awal saat ini dibandingkan dengan masa lalu, diakibatkan oleh peningkatan nutrisi dan kesehatan yang lebih baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa permulaan pertumbuhan dan menarche terjadi pada berat badan khusus (48 kg) dan persentase lemak tubuh (17%). Sehingga diduga bahwa hubungan ini merefleksikan tahap metabolisme yang dibutuhkan. Walaupun hipotesa berat kritis merupakan konsep yang berguna, variabilitas yang ekstrem pada permulaan menarche menunjukkan bahwa tidak ada ukuran atau usia khusus dimana seorang anak perempuan seharusnya diharapkan untuk mengalami menarche.
Pada wanita, terjadi serangkaian kejadian khas yaitu permulaan pertumbuhan, thelarche, pubarche, dan akhirnya menarche. Hal ini biasanya dimulai antara usia 8 dan 14 tahun. Lamanya waktu untuk perkembangan ini biasanya 2-4 tahun. Selama jangka waktu ini, dikatakan sebagai masa pubertas. Tampak variasi individual yang besar pada rangkaian kejadian tersebut. Sebagai contoh, pertumbuhan rambut pubis dan perkembangan payudara tidak selalu berkorelasi.
Masa pubertas diakibatkan oleh reaktivasi poros hipotalamus-pituitari, ketika sangat aktif selama kehidupan janin tetapi tertekan selama masa kanak-kanak. Jika sistem sangat responsif, bagaimana mempertahankan fungsi pengendalian sampai masa pubertas? Sistem gonad-pituitary-hipotalamus bekerja sebelum masa pubertas tetapi sangat sensitive terhadap steroid, oleh karena itu ditekan. Perubahan pada masa pubertas diakibatkan oleh peningkatan sekresi gonadotropin secara berangsur-angsur yang terjadi karena penurunan sensitifitas hypothalamic centers terhadap aksi inhibitori-negatif steroid gonad. Hal ini dapat digambarkan sebagai kenaikan perlahan dari posisi titik penurunan sensitifitas, menghasilkan peningkatan sekresi pulsatile GnRH, yang menimbulkan peningkatan produksi gonadotropin dan stimulasi ovarium, dan akhirnya untuk meningkatkan level estrogen. Alasan bahwa FSH merupakan gonadotropin pertama yang dinaikkan pada masa pubertas adalah: bahwa aktifitas arcuata dimulai dengan frekuensi rendah denyutan GnRH. Hal ini berhubungan dengan kenaikan FSH dan sedikit perubahan pada LH. Dengan penyesuaian frekuensi, FSH dan LH mencapai level dewasa. Lagi pula, terdapat perubahan kualitatif sebagai suatu peningkatan yang lebih besar, yang terjadi pada kondisi bioaktif gonadotropin. Umpan balik negatif steroid, bagaimanapun, bukan satu-satunya penjelasan terhadap rendahnya level gonadotropin pada anak-anak. Agonadal pada anak-anak menunjukkan kemunduran gonadotropin yang sama dari usia 2-6 seperti anak-anak normal. Hal ini menunjukkan mekanisme penghambatan CNS intrinsik yang independent terhadap steroid gonad. Jadi pengendalian pada masa pubertas bisa dilihat sebagai hasil dari 2 kekuatan :
1. Kekuatan penghambatan CNS, suatu mekanisme penekanan sekresi pulsatile GnRH.
2. Umpan balik negatif yang sangat sensitive dari steroid gonad (6-15 kali lebih sensitif sebelum pubertas).

Karena anak-anak dengan Agonad menunjukkan kenaikan gonadotropin pada usia pubertas mengikuti penekanan sampai titik terendah selama masa kanak-kanak, maka mekanisme dominan yang seharusnya adalah kekuatan penghambatan CNS. Permulaan perubahan maturitas pada hipotalamus selanjutnya akan menjadi penurunan dalam hal pengaruh penghambatan tersebut. Pencarian mekanisme ini masih berlanjut.
Perkembangan respon umpan balik positif terhadap estrogen terjadi belakangan. Penjelasan ini merupakan temuan terkenal dari anovulasi pada bulan pertama (sepanjang 18 bulan) dari menstruasi. Namun sering ada pengecualian dan ovulasi terjadi rata-rata pada saat menarche. Hasil perubahan pada hipotalamus ini secara keseluruhan merupakan perkembangan karakteristik seks sekunder, pencapaian set point level dewasa, dan kemampuan bereproduksi. Neoplasma dan gangguan vaskuler yang merubah sensitifitas hipotalamus dapat membalikkan ambang permulaan prepubertas dan menimbulkan masa pubertas sebelum waktunya.

Tidak ada komentar:

Serving, not to be served

Serving, not to be served

ANDIKA-ANDILA

ANDIKA-ANDILA